Pengertian Akhlak
Pengertian akhlak secara etimologi dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak dan tabiat.[7] Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun (خلق) yang menurut lughot diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Menurut
Rahmat Djatnika, bahwa pengertian akhlak dapat dibedakan menjadi dua
macam, di antaranya menurut etimologi kata akhlak berasal dari bahasa
Arab (ا خلا ق) bentuk jamak dari mufrodnya khuluq (خلق), yang berarti budi pekerti. Sinonimnya adalah etika dan moral. Etika berasal dari bahasa Latin, etos yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari bahasa Latin juga, mores
yang juga berarti kebiasaan. Sedangkan menurut terminolog, kata budi
pekerti terdiri dari kata “budi” dan “pekerti”. Budi adalah yang ada
pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh
pemikiran, rasio yang disebut karakter. Pekerti adalah apa yang terlihat
pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati yang disebut dengan behaviour. Jadi, budi pekerti merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.[8]
Menurut
Abuddin Nata, akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mendalam
dan tanpa pemikiran, namun perbuatan itu telah mendarah daging dan
melekat dalam jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak lagi
memerlukan pertimbangan dan pemikiran.[9]
Menurut Elizabeth B. Hurlock, behaviour which may be called “true morality” not
only conforms to social standarts but also is carried out voluntarily,
it comes with the transition from external to internal authority and
consist of conduct regulated from within.[10] Artinya, bahwa tingkah
laku boleh dikatakan sebagai moralitas yang sebenarnya itu bukan hanya
sesuai dengan standar masyarakat, tetapi juga dilaksanakan dengan suka
rela, tingkah laku it terjadi melalui transisi dari kekuatan yang ada di
luar (diri) dan ke dalam (diri) dan ada ketetapan hati dalam melakukan
(bertindak) yang diatur dalam diri.
Imam Al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut :
الخلق عبارة عن هيئة فى النفس را سخة عنها تصدر الافعال بسهولة ويسر من غير حاجة إلى فكر ورويّة عقلا وسرعا. [11]
Bahwa
akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan
pertimbangan pikiran (terlebih dahulu).
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa hakikat akhlak menurut al-Ghazali mencakup dua syarat. Pertama, perbuatan itu harus konstan, yaitu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga dapat menjadi kebiasaan. Kedua, perbuatan
itu harus tumbuh dengan mudah tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni
bukan karena adanya tekanan, paksaan dari orang lain atau bahkan
pengaruh-pengaruh dan bujukan yang indah dan sebagainya.
Menurutnya juga, bahwa akhlak bukanlah pengetahuan (ma’rifah) tentang baik dan jahat, maupun kodrat (qudrah) untuk baik dan buruk, bukan pula pengamalan (fi’l) yang baik dan jelek, melainkan suatu keadaan jiwa yang mantap (hay’arasikha fi-n-nafs).[12]
Akhlak
adalah suatu istilah yang sering digunakan oleh Al-Ghazali. Jadi, kerap
kali kita temukan pernyataan, seperti ‘akhlak kedermawanan” dan
“akhlak-akhlak tercela”. Dapat dipahami bahwa dalam etika Al-Ghazali,
suatu amal lahiriyah tak dapat secara tegas disebut baik dan buruk. Maka
ketulusan seseorang mungkin dipandang sebagai suatu kebaikan, tetapi
jual belinya yang jujur atau tidak. Namun, suatu suatu amal dapat
dikatakan suatu amal shaleh atau amal jahat.
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa akhlak adalah suatu sikap atau kehendak
manusia disertai dengan niat yang tentram dalam jiwa yang berlandaskan
al-Qur’an dan al-Hadits yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan atau
kebiasaan-kebiasaan secara mudah tanpa memerlukan pembimbingan terlebih
dahulu. Jiwa kehendak jiwa itu menimbulkan perbuatan-perbuatan dan
kebiasaan-kebiasaan yang bagus, maka disebut dengan akhlak yang terpuji.
Begitu pula sebaliknya, jika menimbulkan perbuatan-perbuatan dan
kebiasaan-kebiasaan yang jelek, maka disebut dengan akhlak yang tercela.
c. Pengertian Pendidikan Akhlak
Setelah
dijelaskan secara terpisah mengenai pengertian pendidikan dn pengertian
akhlak, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah
pendidikan mengenai dasar-dasar akhlak dan keutamaan perangai, tabiat
yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa analisa
sampai ia menjadi seorang mukallaf, seseorang yang telah siap
mengarungi lautan kehidupan. Ia tumbuh dan berkembang dengan berpijak
pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu kuat, ingat
bersandar, meminta pertolongan dan berserah diri kepada-Nya, maka ia
akan memiliki potensi dan respon yang instingtif di dalam menerima
setiap keutamaan dan kemuliaan. Di samping terbiasa melakukan akhlak
mulia.[13]
Atau
suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan disengaja untuk
memberikan bimbingan, baik jasmani maupun rohani, melalui penanaman
nilai-nilai Islam, latihan moral, fisik serta menghasilkan perubahan ke
arah positif, yang nantinya dapat diaktualisasikan dalam kehidupan,
dengan kebiasaan bertingkah laku, berpikir dan berbudi pekerti yang
luhur menuju terbentuknya manusia yang berakhlak mulia, di mana dapat
menghasilkan perbuatan atau pengalaman dengan mudah tanpa harus
direnungkan dan disengaja atau tanpa adanya pertimbangan dan pemikiran,
yakni bukan karena adanya tekanan, paksaan dari orang lain atau bahkan
pengaruh-pengaruh yang indah dan pebuatan itu harus konstan (stabil)
dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sering sehingga dapat menjadi
kebiasaan.
2. DASAR-DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN AKHLAK
a. Dasar-Dasar Pendidikan Akhlak
Dasar
pendidikan akhlak adalah al-Qur’an dan al-Hadits, karena akhlak
merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran Islam. Al-Qur’an dan
al-Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam menjelaskan kriteria baik dan
buruknya suatu perbuatan. Al-Qur’an sebagai dasar akhlak menjelaskan
tentang kebaikan Rasulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh umat
manusia. maka selaku umat Islam sebagai penganut Rasulullah SAW sebagai
teladan bagi seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT dalam
Q.S. 33/Al-Ahzab : 21 :
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فىِْ رَسُوْلِ اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ
يَرْجُوْا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلا خِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا.
Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. al-Ahzab : 21)[14]
Berdasarkan
ayat tersebut di atas dijelaskan bahwasannya terdapat suri teladan yang
baik, yaitu dalam diri Rasulullah SAW yang telah dibekali akhlak yang
mulia dan luhur. Selanjutnya juga dalam Q.S. 68/Al-Qalam : 4 :
وَاِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيْمٍ. (القلم : 4)
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (Q.S. al-Qalam : 4)[15]
Bahwasannya Nabi Muhammad SAW dalam ayat tersebut dinilai sebagai seseorang yang berakhlak agung (mulia).
Di
dalam hadits juga disebutkan tentang betapa pentingnya akhlak di dalam
kehidupan manusia. Bahkan diutusnya rasul adalah dalam rangka
menyempurnakan akhlak yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, bahwa
:
عن
عبد الله حد ثي أبى سعيدبن منصور قال : حدثنا عيد العزيز ين محمد عن محمد
بن عجلا عن القعقاع بن حكم عن أبي صالح عن أبي هريرة قال : قال رسول الله
صا.م : انما بعثت لأ تمم صالح الاخلاق.(رواه احمد) [16]
Dari Abdullah menceritakan Abi Said bin Mansur berkata : menceritakan Abdul
Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin ‘Ijlan dari Qo’qo’ bin Hakim dari
Abi Shalih dari Abi Hurairoh berkata Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
(H.R.Ahmad)
Berdasarkan
hadits tersebut di atas memberikan pengertian tentang pentingnya
pendidikan akhlak dalam kehidupan manusia, di mana dengan pendidikan
akhlak yang diberikan dan disampaikan kepada manusia tentunya akan
menghasilkan orang-orang yang bermoral, laki-laki maupun perempuan,
memiliki jiwa yang bersih, kemauan yang keras, cita-cita yang benar dan
akhlak yang tinggi, mengetahui arti kewajiban dan pelaksanaannya,
menghormati hak-hak manusia, mengetahui perbedaan buruk dan baik,
memilih satu fadhilah karena cinta pada fadhilah, menghindari suatu
perbuatan yang tercela dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang
mereka lakukan.